BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Ikan Kerapu
2.1.1 Taksonomi
Ikan kerapu memiliki 15 genera yang terdiri atas 159 spesis. Satu diantaranya adalah Cromileoptes altivelis yang selain sebagai ikan konsumsi juga juvenilnya juga sebagai ikan hias. Ikan kerapu termasuk famili Serranidae, Subfamili Epinephelinea, yang umumnya di kenal dengan nama groupers, rockcods, hinds, dan seabasses. Ikan kerapu ditemukan diperairan pantai Asia Pasifik sebanyak 110 spesies dan diperairan Filipina dan Indonesia sebanyak 46 spesies yang tercakup ke dalam 7 genera Aethaloperca, Anyperodon.
Klasifikasi Ikan Kerapu (Epinephelus fuscoguttatus) Menurut Myers, et.al, (2005), menjelaskan bahwa kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) diklasifikasikan sebagai berikut :
Phylum : Chordata,
Sub phylum : Vertebrata,
Class : Osteichtyes,
Sub class : Actinopterigi
Ordo : Percomorphi,
Sub ordo : Percoidea,
Family : Serranidae
Sub family : Epinephelinae
Genus : Epinephelus /Cromileptes / Variola/ Plectropomus,
Spesies : (Epinephelus fuscoguttatus)
Gambar 1. Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)
Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) atau sering juga disebut Groouper dipasarkan dalam keadaan hidup. Golongan ikan kerapu yang paling banyak adalah golongan Epinepelus sp namun yang paling banyak di kenal di budidayakan adalah jenis kerapu Lumpur (Epinephelus suillus) dan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus).
Golongan Epinephelus memiliki tubuh yang lebih tinggi dari kerapu Lumpur (Epinephelus suillus), dengan bintik-bintik yang rapat dan berwarna gelap, sirip ikan kerapu macan berwarna kemerahan, sedangkan bagian sirip yang lain berwarna coklat kemerahan Sunyoto Dan Mustahal (2000).
2.1.2. Morfologi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)
Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) mempunyai bentuk badan yang pipih memanjang dan agak membulat (Direktorat Jendral Sudirman Perikanan Deperteman Pertanian, 1979).
Mulut lebar dan di dalamnya terdapat gigi kecil yang runcing (Kordi, 2001). Direktorat Jendral Perikanan Depertemen Pertanian (1979), menjelaskan bahwa rahan bawah dan atas dilengkapi dengan gigi yang berderet 2 baris lancip dan kuat. Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) mempunyai jari-jari sirip yang keras pada sirip punggung 11 buah, sirip dubur 3 buah, sirip dada 1 buah dan sirip perut 1 buah. Jari-jari sirip yang lemah pada sirip puggung terdapat 15-16 buah, sirip dubur 8 buah, sirip dada 17 buah dan sirip perut 5 buah. Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) memiliki warna seperti sawo matang dengan tubuh bagian verikal agak putih. Pada permukaan tubuh terdapat 4-6 pita vertical berwarna gelap serta terdapat noda berwarna merah seperti warna sawo (Kordi 2001).
Habitat dan PenyebaranMenurut Heamstra dan ramdall (1993, cit. Anonim 2001), ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan kelompok yang hidup di dasar perairan berbatu dengan kedalaman 60 meter dan daerah dangkal yang mengandung koral. Selama siklus hidupnya memiliki habitat yang berbeda-bedapada setiap fasenya, ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) mampu hidup di daerah dengan kedalaman 0.5-3 meter pada area padang lamun, selanjutnya menginjak dewasa akan berpinda ke tempat yang lebih dalam lagi, dan perpindahan ikan berlansung pada pagi hari atau menjalan senja (Anonim, 2001).
Menurut Tampu Bolon dan Mulyadi (1989) cit. Anonim (2001) menjelaskanbahwa telur dan larva ikan kerapu macan bersifat pelagis sedangkan ikan kerapu muda hingga dewasa bersifat domersal. Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) bersifat nokturnal, dimana pada siang hari lebih banyak bersembunyi pada liang-liang karang dan akan beraktifitas pada malam hari unuk mencari makanan.Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) tersebar merata dari laut pasifik hingga ke laut merah tetapi lebih dikenal berasal dari teluk persi, Hawai, atau Pholynesia
Ikan kerapu macan terdapat hampir semua perairan pulau tropis Hindia dan samudra pasifik barat dari pantai timur Afrika sampai dengan Mozambika, selain itu juga ditemukan di Madagaskar.
Cara Makan dan Jenis Makanan ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan hewan karnifora yang memansa ikan-ikan kecil, kepiting, dan udang-udangan, sedangkan larva merupakan memangsa larva moluska. ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) bersifat karnifora dan cenderung menangkap/memansa yang aktif bergerak di dalam kolam air (Nybakken, 1988 Cit. Anonim, 2001).
Iikan kerapu macan juga bersifat kanibal. Biasanya mulai terjadi saat larfa kerapu berumur 30 hari, dimana pada saat itu larva cenderung berkumpul di suatu tempat dengan kepadatan tinggi.Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) mencari makan hingga menyergap mangsa dari tempat persembunyiannya (Anonim, 1991 cit. Anonim,2001). dengan cara makannya dengan memakang satu per satu makanan yang diberikan sebelum makan tersebut sampai ke dasar (Anonim, 1996 ).
2.1.3.Siklus Reproduksi dan Perkembangan Gonad
Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) bersifat Hermaprodit Protogini, yaitu perubahan kelamin dari betina dan menjelang dewasa akan berubah menjadi jantan Sunyoto dan Mustahal (2000). Ikan kerapu mulai suklus reproduksinya sebagai ikan betina, kemudian akan berubah menjadi ikan jantan yang berfungsi masa interseks dan masa terakhir masa jantan (Afenddy, 1997). Ketika ikan kerapu masih muda (juvenile), gonadnya mempunyai daerah ovarium dan daerah testis. Jaringan ovari kemudian mengisih sebagian gonad dan setelah jaringan ovari berfungsi mampu menhasilkan telur, Kemudian akan terjadi transisi di mana testisnya akan membesar dan ovarinya mengurut. Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang sudah tua umumnya ovarium sudah teroduksi sekali sehingga sebagian besar dari gonad terisi oleh jaringan lain. Fase produksi pada induk betina di capai pada panjang tubuh antara 45-50 cm dengan berat 3-10 kg dan umur kurang lebih 5 tahun, selanjutnya menjadi jantan yang matang gonad pada ukuran minimal 74 cm dengan berat kurang lebih 11 kg.
.2.1.4. Siklus Hidup, Reproduksi dan Kematangan Gonad
Effendi (2002) menyatakan bahwa ikan kerapu merupakan jenis ikan bertipe hermaprodit protogini, dimana proses diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betima ke fase jantan atau ikan kerapu ini memulai siklus hidupnya sebagai ikan betina kemudian berubah menjadi ikan jantan. Fenomena perubahan jenis kelamin pada ikan kerapu sangat erat hubungannya dengan aktivitas pemijahan, umur, indeks kelamin dan ukuran (Anonim, 1999 dalam Turangan 2000). Pada ikan kerapu jenis Epinephelus diacantus kecendrungan perubahan kelamin terjadi selama tidak bereproduksi yaitu antara umur 2-6 tahun, tetapi perubahan terbaik terjadi antara 2-3 tahun (Anonim, 1999 dalam Turangan 2000). Pada ikan kerapu merah Epinephelus akaara untuk jenis ikan betina ukuran berat 500 gram, panjang 26 cm dan jenis kerapu jantan ukuran berat 1000 gram dan ukuran panjang 34 cm. Sedangkan untuk ikan kerapu Lumpur Epinephelus tauvina jenis kelamin betina berat 3-4 kg panjang 45 cm dan jenis kerapu jantan ukuran panjang 65 cm.
Slamet et al., (2001) menyatakan bahwa pengamatan aspek biologi reproduksi beberapa jenis ikan kerapu telah dilakukan terhadap ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis), Kerapu Macan ( Epinephelus fuscoguttatus), Kerapu Lumpur (Epinephelus coioides), Kerapu Batik (Epinephelus microdon), dan Kerapu Karet (Epinephelus ongus).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Pada ikan kerapu macan betina mulai matang pada ukuran panjang total 51 cm atau bobot 3,0 kg sedangkan jantan mulai matang pada ukuran panjang total 60 cm atau bobot 7,0 kg
2.1.5. Fekunditas dan Musim Pemijahan
Pada induk kerapu macan yang diimplantasi pelet hormon LHRHa dosis 150ug (1 ekor)dan dosis 240ug (2 ekor) serta 1 ekor dari kontrol. Jumlah telur yang dihasilkan dari induk kontrol adalah 7.500.000 butir dengan frekwensi pemijahan 3 kali. Sedangkan derajat pembuahan (FR) 93.7 – 96.5 %. Dan derajat penetasan (HR) 70.5 – 78.5 %. Selanjutnya dari induk yang diimplantasi dihasilkan telur sebanyak 14.650.000 butir atau 4.883.000 butir/ekor dengan frekwensi pemijahan 4 kali derajat pembuahan 95.6-98.5 % derajat penetasan 21,7-89.5 % (Mayunar et al., 1995).
Diperairan tropis musim pemijahan dapat terjadi pada setiap tahun atau sepanjang tahun, akan tetapi ada puncak musim pemijahan. Dimana musim benih kerapu di alam ditentukan oleh angin musim ( musim barat dan musim timur), kedua musim ini mempengaruhi kondisi arus, salinitas, suhu, dan nutrien yang terkandung. Musim pemijahan umumnya pada ikan kerapu terjadi atau berlangsung dari bulan april sampai juni dan antara bulan januari sampai september.
2.2. Strategi Reproduksi
2.2.1. Pemijahan
Pemijahan ikan kerapu dapat di bagi atas 3 yaitu pemijahan alami (natural spawning), pemijahan buatan (stripping atau artificial fertilization) dan penyuntikan atau pijah rangsang (induced spawning). Pada induk ikan kerapu yang telah dewasa kelamin dapat dipijahkan secara alami tanpa ransangan hormon. Induk ikan yang matang telur dimasukan ke dalam tangki pemijahan yang berukuran 3-5 m3 dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 1. Tangki ini dilengkapi dengan sistem aerasi yang cukup dan pada siang hari di beri aliran air laut bersih. Pemijahan biasanya terjadi beberapa hari sesudah dan sebelum bulan purnama atau di sekitar bulan gelap dan pemijahan terjadi pada malam hari.
Pemijahan rangsang biasanya dilakukan dengan menyuntikan hormon atau campuran beberapa hormon ke dalam tubuh induk ikan yang akan dipijahkan. Hormon yang umumnya digunakan adalah Human Chorionic Gonadotropin (HCG), Gonatropin, Puberogen (mengandung FSH dan gonadotropin) dan pregnyl. Ekstrak kelenjar hipofisa ikan salmon juga dapat digunakan untuk merangsang pematangan gonad.
Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai Bojonegara telah berhasil memijahkan ikan kerapu macan menggunakan rangsangan kombinasi HCG dengan Puberogen. Induk ikan kerapu macan yang digunakan berasal dari pemeliharaan selama 7 tahun di kurungan apung yang diletakkan diperairan Teluk Banten. Ikan yang digunakan berukuran 4 dan 5 kg induk betina dan 7 kg induk jantan. Ketiga ikan ini mula-mula di bius dengan mono-etilene –glikol 100 ppm selama beberapa menit. Pentoksi-etanol atau minyak cengkeh juga dapat digunakan sebagai obat bius. Setelah ikan terbius induk betina diperiksa diameter telurnya dengan cara kanulasi. Penyuntikan dilakukan 3 kali dosis campuran hormon adalah 50 MU Puberogen dan 250 IU HCG pada penyuntikan pertama. Bila ikan belum memijah dilakukan penyuntikan ke dua pada hari berikutnya, penyuntikan harus diulangi dengan dosis 50 MU Puberogen 500 IU HCG. Bila ikan belum memijah
Maka dilakukan penyuntikan ke tiga dengan dosis 50 MU Puberogen dan 750 IU HCG. Ikan ini akan memijah pada hari yang ke tiga di dalam tangki beton berkapasitas 5 m3.
Selama ikan bertelur induk tidak boleh di beri pakan, dan apabila induk telah memijah harus segera dipindahkan ke tangki yang lain. Telur yang telah dibuahi berjumlah lebih kurang 1.200.000 butir. Dari jumlah ini diperkirakan hanya 30 % saja yang dibuahi. Telur yang telah dibuahi tidak berwarna (transparan) sedangkan yang tidak dibuahi dan yang mati berwarna putih susu. Telur yang terbuahi melayang atau terapung pada salinitas 33 permil, sebaliknya telur yang tidak dibuahi akan tenggelam didasar tangki. Telur yang telah terbuahi kemudian dipindahkan ke dalam tangki feberglass berkapasitas 3m3. Tangki penetasan ini sebelumnya telah diisi dengan air laut bersih dengan mikro alga dan zooplankton dilengkapi dengan aerasi. Dimana ukuran telur yang telah dibuahi adalah 810-880 millimikron. Telur-telur ini menetas 16-18 jam setelah pembuahan pada suhu 27-28 0C.
2.2.2. Subtansi Hormon dalam Reproduksi
Hormon adalah subtansi yang dihasilkan oleh sel atau kelompok sel yang bergerak dalam aliran darah yang mengantarnya ke organ target atau jaringan dalam tubuh yang memberikan suatu reaksi yang dapat menolong mengkoordinasi fungsi-fungsi dalam tubuh (Sorensen, 1979). Definisi hormon yang lain adalah suatu zat organik yang diproduksikan oleh sel-sel khusus dalam tubuh dirembeskan ke dalam aliran darah dengan jumlah yang sangat kecil dapat merangsang sel-sel tertentu untuk berfungsi.
Salah satu subtansi hormon reproduksi adalah ekstra hipofisa , dimana ekstrak hipofisa sangat praktis atau mudah penggunaannya dalam reproduksi ikan, sederhana dan cukup efektif. Kendalanya adalah sulit untuk melakukan standarisasi karena hormonnya sendiri dalam tiap butir hipofisa tidak dapat diketahui dengan pasti (Satyani, 1998). Ekstrak hipofisa dapat juga mengontrol ekspresi seksualitas termasuk perkembangan maturasi dan pelepasan gamet dengan pengaruh iklim atau musim dan dapat merangsang ikan memijah tanpa tergantung musim pemijahan (Lee, 1992).
Hormon steroid dapat berupa testosteron untuk jantan dan estrogen untuk betina. Hormon jenis ini lebih banyaj digunakan dalam perlakuan perubahan kelamin. Hal ini disebabkan karena steroid mempunyai efek “Feetback negative action” yang besar, dimana dapat menghambat pelepasan FSH dan melalui suatu pusat yang di hipotalamus menghambat pelepasan LH dan sintesis androgen atau estrogen dan jika dosis tidak tepat atau terlalu besar dosis dapat menyebabkan ikan menjadi steril (Satyani, 1998).
2.2.3. Mekanisme Kerja Hormon
Sebagian besar hormon atau bahkan mungkin semuanya, berikatan dengan reseptor khusus yang terdapat pada sel sasaran. Pengikatan berbagai reseptor menyebabkan suatu pengendalian surut (down regulation) secara otomatis, yakni terjadi pinositosis pada reseptor atau kompleks hormon reseptor yang memperkecil tanggapan yang timbul (Mc Gilvery & Goldstein, 1996).
Sesuai dengan tempat dan proses kerja hormon dalam sel, maka hormon dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu:
1) Kelompok hormon yang mengawali kerja pada membran plasma, yaitu;
Ketokolamin, prostaglandin dan semua hormon peptida seperti insulin,
Glikogen dan kelenjar hipofisa
(2) Kelompok hormon yang mengawali kerja di dalam inti sel, kelompok
Hormon ini hanya terdapat pada sitoplasma. Kelompok hormon ini mencapai inti sel dan mempengaruhi proses dan kecepatan ekspresi gen. Yang termasuk kelompok ini yaitu: triiodotironin dan semua hormon Steroid.
Pematangan gonad dan ovulasi ikan merupakan suatu proses di bawah kendali kerja hormon-hormon. Secara umum mekanisme kerja hormon untuk perkembangan dan pematangan gonad merupakan suatu rangkaian. (Gambar 2).
Stimulasi oleh adanya pelepasan Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) dari hipotalamus menyebabkan kelenjar hipofisa mengsekresikan Gonadotropin (GtH) untuk dialirkan ke dalam darah.
Rangsangan untuk mensintesis hormon GnRH diatas diterima oleh hipotalamus dari otak (susunan saraf pusat) melalui reseptor-reseptor yang menerima rangsangan dari luar atau lingkungan. Reseptor penginderaan adalah penerima rangsangan tersebut, seperti visual untuk fotoperiod dan lawan jenis, kemoreseptor untuk suhu, metabolit dan sebagainya. Selain GnRH yang bersifat memacu, maka dalam hipotalamus ini juga dikeluarkan subtansi penghambat pelepasan GtH yaitu dopamin.
Hormon Gonadotropin ini sebagai produk yang dialirkan lewat darah dalam kadar tertentu akan merangsang kematangan gonad akhir melalui simulasi untuk mensintesis hormon-hormon steroid pematangan oleh folikel dalam ovarium atau testis. Pada beberapa spesies ikan hormon Gonadotropin ini ada dua macam yaitu: GtH-1 dan GtH-2 yang berbeda dalam senyawa glikoproteinnya. GtH-1 berperan dalam perkembangan gonad sedangkan GtH-2 berperan dalam pematangan dan pemijahan.
Pada ikan induk jantan, steroid adalah testoteron yang mengontrol pematangan sperma diproduksi oleh sel Leydig pada testis. Banyak sebagian pakar menyatakan bahwa hormon ini mempengaruhi perkembangan kelamin sekunder dan perilaku pemijahan, namun prosesnya belum diketahui dengan jelas. Steroid pada ikan betina berpengaruh langsung kepada pematangan sel telur (oosit) dikenal sebagai estrogen dan disekresi oleh sel interstial folikel di ovarium.
Progesteron yang dikenal sebagai steroid yang dihasilkan oleh sel perifer dari ovarium pengaruhnya hanya pada pematangan akhir oosit saja. Mengenai proses bagaimana steroid-steroid tersebut dapat merangsang pemasakan oosit maupun sperma mekanismenya belum diketahui tetapi diduga melalui tranfer kode terjemahan RNA.
sangat membantu
BalasHapus